
Thursday, November 27, 2008
Wednesday, November 26, 2008
Teh Hitam dan Antioksidan
Teh Sudah Selayaknya Menjadi Komoditas Unggulan Nasional
Yang menjadi permasalahan pokok ialah rendahnya produktivitas akibat penggunaan tanaman yang tidak unggul dan keterbatasan dalam mengakses teknologi. Sebab lainnya yaitu harga pucuk yang rendah karena globalisasi perdagangan teh, terbatasnya fasilitas pengolahan yang memadai, sistem tata niaga yang kurang mendukung, dan peran kelembagaan yang belum optimal.
Padahal, jumlah tenaga kerja perkebunan teh tertinggi dibandingkan komoditas agrobisnis lain, yaitu sekitar dua juta orang di seluruh Indonesia. Rata-rata, kata Anton, perkebunan teh menyerap 3-3,5 tenaga kerja per hektar. Adapun tenaga kerja untuk kelapa sawit hanya dua orang per hektar.
Peran lain komoditas teh dalam perekonomian nasional cukup strategis, yaitu sebagai penghasil devisa, dampak berantai yang besar terhadap perkembangan industri lain, sumber pendapatan petani, dan konservasi lingkungan.
"Oleh karena itu, komoditas teh sebenarnya sudah selayaknya dijadikan komoditas unggulan nasional," kata Anton.
Selama ini komoditas perkebunan Indonesia yang sudah dianggap sebagai unggulan yaitu kopi, kakao, kelapa sawit, dan karet. Keempat komoditas itu menghasilkan nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan produk pekebunan lain. Komoditas unggulan
Menurut Anton, teh masih menjadi komoditas unggulan lapis kedua. Teh sebenarnya tidak terlalu kalah dalam hal ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Namun, komoditas-komoditas unggulan menghasilkan pemasukan ekspor yang lebih tinggi sehingga terlihat lebih menonjol.
Kriteria unggulan sebenarnya dapat digolongkan dalam tingkat nasional atau daerah. Pada tingkat daerah di Jawa Barat, teh menjadi komoditas unggulan. Sekitar 74 persen produksi teh nasional berasal dari Jabar.
Gubernur Jabar Danny Setiawan mengatakan, Jabar penghasil teh terbesar di Indonesia. Dari sekitar 142.800 hektar perkebunan teh nasional, 74 persen atau 105.400 ha berada di Jabar. Karena itu, teh menjadi komoditas unggulan di Jabar.
Tanaman teh juga strategis di Jabar, mengingat satu juta jiwa rakyat menggantungkan nafkah dari produktivitas tanaman teh. Demi mempertahankan kondisi itu serta meningkatkan keunggulannya, diperlukan upaya dari seluruh pihak terkait untuk mengoptimalkan pengembangan budidaya tanaman teh. Tujuannya ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (dwi bayu radius)
Perkebunan Teh Terbesar di Jawa Barat
Perkebunan teh di Jawa Barat merupakan yang terbesar di Indonesia. Luas areal perkebunan mencapai 109.900 hektar atau 70 persen dari luas areal perkebunan teh di Indonesia. Tiap tahun produksi teh dari provinsi ini menyumbang sekitar 80 persen terhadap produksi teh nasional.
Kabupaten Bandung adalah daerah penghasil teh utama di Jabar. Sekitar 42 persen produksi teh Jabar dihasilkan di kabupaten ini. Areal tanaman teh tersebar di Kecamatan Pangalengan, Ciwidey, Cipeundeuy, Cikalong Wetan, dan Pasirjambu.
Besarnya kontribusi teh kabupaten ini tak terlepas dari penanaman teh yang berkembang di wilayah pegunungan Bandung sejak tahun 1863.
Perkebunan itu dikembangkan oleh keluarga Holle, Kerkhoven, dan Bosscha. Tahun 1878, luas areal perkebunan teh berkembang pesat seiring dengan datangnya bibit teh unggul dari Assam yang tumbuh baik di wilayah pegunungan itu.
Bibit unggul itu dikembangkan oleh Andrian Walraven Holle, Albert Holle, dan Eduard Julius Kerkhoven di perkebunan Parakan Salak dan Sinagar. Rudolf Eduard Kerkhoven mengembangkannya di Perkebunan Arjasari dan Gambung (di selatan Ciwidey). Adapun KAR Bosscha menanamnya di Perkebunan Malabar, Pangalengan.
Kerja keras lima tokoh tersebut dalam membudidayakan teh mengantarkan produksi perkebunan itu menjadi komoditas yang menguntungkan. Awal abad ke-20, kualitas teh dari Jabar diakui dunia sebagi teh bermutu tinggi.
Tahun 1930, di Pulau Jawa terdapat 289 perkebunan teh, sebanyak 249 atau 87 persen di antaranya terdapat di Tatar Sunda. Hingga kini perkebunan teh tersebut masih berproduksi dan sebagian besar dikelola oleh PTP Nusantara VIII. (ERI/LITBANG KOMPAS)
Pertumbuhan Ekspor Teh Indonesia Jauh Dibawah Ekspor Teh Dunia
Teh Indonesia Lebih Sehat......?
Peneliti Teh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung Dadan Rohdiana di Bandung, mengatakan, teh Indonesia tak kalah bermutu dibandingkan negara lain seperti Jepang atau China. Pasalnya, varietas teh Indonesia hampir seluruhnya adalah assamica sedangkan China dan Jepang adalah sinensis.
Kadar katekin pada varietas assamica lebih tinggi daripada sinensis. Katekin adalah kandungan pada teh yang bermanfaat untuk kesehatan. Katekin juga merupakan antioksidan yang sangat efektif untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh.
Konsumsi teh Indonesia pun masih sangat rendah, sekitar 300 gram per kapita per tahun. Sebagai perbandingan, konsumsi teh Inggris 2.260 gram dan Jepang 1.140 gram.
Penulis buku ”Teh Minuman Bangsa-Bangsa Di Dunia”, Prawoto Indarto mengatakan, kadar katekin teh Indonesia lebih baik dari negara lain. Teh hitam ortodoks Indonesia misalnya, memiliki kadar katekin 8,24 persen berat kering, teh hijau ekspor 11,6 persen, dan teh wangi 9,28 persen.
Sementara, teh sencha Jepang 5,06 persen, teh oolong dan teh wangi China masing-masing 6,73 dan 7,47 persen, serta teh hitam srilanka 7,39 persen. Jumlah kedai khusus teh yang jauh lebih sedikit dibandingkan kopi bisa menjadi indikasi teh masih dipandang inferior. Kebanyakan kedai teh yang ada itu pun menyediakan produk impor.